Foto : halaqah

Mengintegrasikan Akhlak dalam setiap MAPEL

23-08-2022    Admin SMP IT MTA Karanganyar    9143 kali     Pengetahuan Umum


MENGINTEGRASIKAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM SETIAP MATA PELAJARAN

Oleh : Haryanti,S.Pd

Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan nasional bangsa Indonesia. Pembangunan  pendidikan negara ditujukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berwawasan luas, insan yang  cerdas dan terampil, kokoh dan berwawasan kebangsaan, serta membangun diri. dan memiliki kekuatan untuk membangun  masyarakat.

Dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Dengan mengacu pada prinsip-prinsip tersebut, maka terdapat landasan hukum yang kuat bagi upaya formal untuk mempersiapkan kondisi, sarana/prasarana, kegiatan, pendidikan dan kurikulum yang kondusif bagi pembentukan akhlak dan karakter generasi muda negara. Namun sinyal ini baru dirasakan ketika  krisis moral melanda semua lapisan masyarakat: krisis moral tidak hanya menimpa orang tua, orang dewasa, tetapi juga  anak-anak usia sekolah. Upaya ini setidaknya dimulai dari sekarang untuk mencegah  krisis moral semakin parah. Salah satu upaya tersebut  adalah  pendidikan akhlak di sekolah.

 

Berdiri sendiri atau terintegrasi?

Perbedaan hakikat pendidikan akhlak atau karakter itu sendiri memiliki pendapat yang berbeda bahkan tersebar di kalangan para ahli pendidikan. Pendapat pertama adalah bahwa pendidikan karakter diberikan  sebagai  mata pelajaran tersendiri. Pendapat kedua adalah bahwa pendidikan karakter harus diintegrasikan ke dalam  pendidikan kewarganegaraan, pendidikan agama dan mata pelajaran terkait lainnya. Pendapat ketiga, character building, diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran. Sudah menjadi tanggung jawab setiap guru untuk mendidik siswa yang berakhlak mulia. Oleh karena itu, pembinaan harus dilakukan oleh semua guru. Oleh karena itu, tidak benar jika dikatakan bahwa pendidikan akhlak mulia merupakan tanggung jawab guru mata pelajaran tertentu saja seperti guru PPKn atau guru  agama. Meskipun dapat dimengerti bahwa sebagian besar pelajaran karakter adalah  guru yang berhubungan dengan karakter. Semua guru harus menjadi panutan yang berwibawa bagi  siswanya.

Semua guru diajarkan untuk mengajar  siswanya sesuai dengan tujuan pendidikan secara keseluruhan. Tujuan  pendidikan secara keseluruhan jauh lebih luas daripada misi pendidikan yang dikemas dalam tujuan pendidikan tertentu. Perumusan tujuan didasarkan pada pandangan behavioris dan membutuhkan perumusan tujuan yang terukur  (Joni, 1996; Hasan, 2000). Pengembang kurikulum harus mau membuka pikiran mereka untuk mengembangkan pendekatan untuk penetapan tujuan. Hal ini karena tidak semua karakteristik manusia dapat digambarkan sebagai terukur menurut kriteria tertentu. Beberapa tujuan dapat diukur dan  dapat dikuasai dalam satu atau dua pengalaman belajar, sementara yang lain membutuhkan periode belajar yang lebih lama untuk diselesaikan. Oleh karena itu, pemaksaan  pendekatan dalam pengembangan tujuan tidak dapat lagi dipertahankan  (Hasan, 2000).

Hasil belajar atau pengalaman belajar dari sebuah proses pembelajaran dapat berdampak langsung dan tidak langsung. Menurut Joni (1996) Dampak langsung pengajaran dinamakan dampak instruksional sedangkan dampak tidak langsung dari keterlibatan para siswa dalam berbagai kegiatan belajar yang khas yang dirancang oleh guru yang disebut dampak pengiring.

Menurut Waridjan (1991), dampak pengiring adalah sifat-sifat karakter atau budi pekerti yang perlu dikembangkan dan tidak dapat dicapai secara langsung, tetapi hanya setelah melakukan beberapa kegiatan pembelajaran, perlu dilakukan pengukuran dan pengukuran kemampuan siswa di lapangan. Penilaian seperti itu menggambarkan karakter siswa yang sebenarnya. Ini berarti bahwa ketika menilai keberhasilan siswa, kita perlu menilai di berbagai domain seperti pengetahuan (kognisi), sikap (emosi), dan perilaku (psikomotor). Siswa yang mengikuti ujian tulis matematika sebenarnya  dinilai dari kemampuan berpikirnya, yaitu kemampuannya dalam memecahkan masalah matematika. Ini juga mengukur kemampuan karakter, yaitu kemampuan untuk tidak menyontek dan jujur ​​dengan bertanya kepada teman. Dia juga dinilai karena atletisnya, kemampuan menjawab pertanyaan ujian dengan tulisan tangan yang  rapi, bersih, dan terbaca.

Selain menilai semua keterampilan selama evaluasi, guru dapat mempertimbangkan perilaku siswa di luar ujian. Guru dapat menggagalkan siswa dalam ujian mata pelajaran tertentu karena perilaku sehari-hari mereka kasar, selalu ingin tahu, dan suka membuat masalah. Oleh karena itu, sangat tepat untuk mengembangkan tujuan pendidikan untuk setiap mata pelajaran  yang mencakup semua bidang keterampilan. Artinya setiap RPP mencakup keterampilan kognitif, emosional, dan psikomotorik.

 

Poin-poin yang harus dilakukan

Pembentukan akhlak dalam pengintegrasian pembelajaran mencakup pemaknaan materi pembelajaran, metode pengajaran, dan pengalaman belajar  siswa. Sebagai hasil dari pembelajaran terintegrasi, cara belajar  siswa harus berbeda sesuai dengan kepribadian siswa SD, SMP, dan SMA yang berbeda. Variasi pembelajaran dapat dilakukan secara kelompok atau individu, seperti membaca bahan referensi, mengamati, melakukan eksperimen, atau mewawancarai orang dari sumber. Penerapan variasi cara  belajar  siswa harus didukung oleh variasi gaya mengajar guru. Praktik pendekatan pengajaran saja dan deskriptif perlu berkembang menjadi pendekatan yang lebih beragam, seperti penemuan dan penyelidikan. Kegiatan yang memberikan informasi, memperkuat konsep, dan mengungkapkan pengalaman  siswa melalui monolog  guru mendorong partisipasi aktif  siswa  secara intelektual (bermakna) dan emosional (dipahami melalui kegunaannya).

               

Konsekuensi yang harus diperhatikan

Penempatan pendidikan akhlak terintegrasi bukan berarti tidak memiliki konsekuensi. Oleh karena itu, sebagai akibat wajar, harus ada komitmen yang harus direncanakan dan ditangani secara sungguh-sungguh.

Dalam Hasan (2000), pendidikan etika (sebagai bagian dari kurikulum) yang diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran harus mencakup tiga aspek dalam proses pengembangannya: kurikulum sebagai gagasan, kurikulum sebagai dokumen, dan kurikulum sebagai proses.  Kemudian, prasyarat harus dipenuhi agar pembelajaran menjadi efektif dan pembelajaran terintegrasi berjalan seperti yang diharapkan. Yang tak kalah penting, keterampilan dan kompetensi yang diperlukan untuk menguasai dasar-dasar pertama disiplin ilmu harus ditangani secara seimbang dan sinergis. Dengan kata lain, perlu disadari  bahwa pembentukan karakter dan pengembangan karakter anak tidak  hanya diajarkan di sekolah, tetapi harus didukung oleh pendidikan di luar sekolah, dan perlu disikapi dengan tepat. Semuanya harus mampu menanamkan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilannya secara proporsional. Keterpaduan, kelanjutan dan keberlanjutan pendidikan karakter yang dikembangkan di sekolah dan di luar sekolah diharapkan dapat menghasilkan generasi manusia yang berakhlak mulia dan berkarakter.

Kepribadian berkembang sepanjang tahap perkembangan anak, dan mengingat pengaruh lingkungan di mana anak memiliki hak untuk mengembangkan dirinya, pendidikan akhlak harus dilakukan sejak dini, sekarang dan  setiap saat.

Berkaitan dengan evaluasi, penilaian dalam pembelajaran terintegrasi ini merupakan penilaian holistik terhadap  siswa. Oleh karena itu, evaluasi juga memerlukan perhatian khusus, karena  kemampuan dan karakter ditangkap secara utuh dan berkesinambungan. Melibatkan semua pemangku kepentingan termasuk guru, orang tua  dan masyarakat.

 

Referensi:

Hasan, S. Hamid. 2000. Pendekatan Multikultural untuk Penyempumaan Kurikulum Nasional.Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.Tahun Ke-6 No. 026, him.510-524.

Joni, T. Raka. 1996. Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek PPGSD.

Waridjan.1991. Tes Hasil Belajar Gaya Objektif. Semarang: IKIP Semarang Press.

    Komentar Pembaca :
Tulis Komentar: